Oleh: P. DeKa
Sukorejo, 29 Juli 2024. Sahdan, dalam cerita sufi yang diwariskan, terdapat kisah seorang tokoh alim yang sangat berminat untuk mempelajari ilmu tasawuf. Dari sumber yang tepercaya, ia mendengar tentang keberadaan seorang guru sufi yang agung dan terkenal. Dengan semangat yang membara, ia segera bergegas menuju kediaman sang guru meskipun lokasi tersebut sangat jauh. Untuk perjalanan ini, ia menyewa seekor onta dan didampingi oleh si penggembala onta, yang juga merupakan pemilik onta tersebut.
Singkat cerita, setelah menempuh perjalanan yang sangat berat dan penuh hambatan selama waktu yang lama, akhirnya ia tiba di rumah sang guru sufi. Sesampainya di sana, ia menyaksikan kejadian yang mengejutkan. Ketika sang guru sufi menemui tokoh alim tersebut dan si penggembala onta, ia menunjukkan sikap penuh ta’dzim dan sangat hormat kepada penggembala onta tersebut. Melihat hal ini dengan heran, tokoh alim bertanya kepada sang guru sufi, “Saya datang untuk berguru kepada Anda, tetapi sikap Anda terhadap penggembala onta sangat hormat, seolah-olah ia adalah seorang guru,” ungkap tokoh alim, tanpa menyembunyikan kekesalannya. Dengan tersenyum, sang guru sufi menjelaskan bahwa penggembala onta itu sebenarnya adalah gurunya sendiri. Apa makna yang tersirat dari cerita sufi di atas adalah dalam tradisi sufistik keilmuan dan tentunya di budaya jawa yang berbunyi “ngelmu pari tansaya isi tansaya tumukul”, terjemahan bebasnya adalah ilmu padi semakin berisi semakin merunduk.
Kembali ke ruang guru Sketsu, tidak terasa hampir tiga bulan penulis sudah nyaman duduk di kursi pojok ruangan dekat dengan tempat sholat. Di sekelilingnya, tumpukan buku rapor siswa, LKS siswa, kertas tugas, serta sebuah smart TV LED Polytron 43 inci dengan soundbar Cinemax menghiasi ruangan. Remote TV yang kadang hilang dan kadang muncul dengan sendirinya menjadi bagian dari keseharian. Alhamdulillah, penulis telah merasakan suasana ruang ini di pagi hari, siang hari, saat senja, hingga tengah malam. Saat pertama kali masuk, hampir semua rekan sejawat bercerita tentang keangkeran ruang ini. Pikiran nakal penulis selalu penasaran, apakah benar ruang guru ini angker?
Dengan mengandalkan ilmu investigasi ala Detektif Conan, penulis berhasil mewawancarai seorang penjaga malam, sebut saja Mister P. Beliau dikenal sebagai orang yang memiliki kewaskitaan melebihi manusia pada umumnya. Sejak kecil, beliau telah menjelajahi berbagai tempat di sekitar Gunung Arjuno sisi timur, mulai dari Goa Onto Boego, kemudian ke Tampuono yang terdapat Sendang Dewi Kunti, Hyang Sakri, hingga lokasi moksa Hyang Semar, dan melanjutkan perjalanan ke Petilasan Makutoromo serta Jawa Dwipa. Pengalaman spiritual yang luas ini tentunya cukup untuk menjelaskan kondisi keangkeran ruang Guru Sketsu ini.
Rangkaian kata dari Mister P menjelaskan secara rinci kondisi sekitar ruangan ini. Dengan hembusan asap rokok Dji Sam Soe refill dan sedikit seruputan kopi yang sudah tidak hangat lagi, Mister P menceritakan bahwa lokasi Sketsu dulunya merupakan tempat pembantaian selama peristiwa G30S PKI. Bagi mereka yang memiliki kewaskitaan dan mata batin yang terbuka, akan merasakan aura berbeda ketika berada di area parkir atas, sekitar ruang sidang, perpustakaan, dan laboratorium kimia industri. Penulis merasa penasaran dan bertanya kepada Mister P, mengapa ruang guru tidak termasuk dalam kawasan red district sesuai dengan prediksi penulis dan mitos yang disampaikan oleh teman sejawat selama ini. “Lalu, di mana sebenarnya letak keangkerannya?”
Setelah melakukan riset dan mengumpulkan data serta premis matematis, penulis menyimpulkan bahwa anggapan mengenai ruang Guru Sketsu yang selama ini diyakini ternyata tidak benar. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa ruang tersebut jauh dari keangkeran yang selama ini tertanam kuat dalam pikiran banyak orang.
Terkadang kita terlalu mudah mempercayai mitos tanpa terlebih dahulu mengumpulkan fakta-fakta yang ada. Ruang Guru Sketsu, yang notabene ditempati oleh guru-guru terbaik, dengan segudang potensi keilmuwan, jelas jauh dari kesan angker. Tempat ini merupakan lingkungan bagi manusia pilihan dan para ahli, yang dengan keahlian dan pengetahuan mereka siap mendidik siswa-siswi Sketsu agar menjadi sukses.
Tentunya, semua orang yang menempati ruang guru ini sudah memiliki jiwa dan selalu menjunjung tinggi kode etik profesi. Mengutip kitab Adabul Ta’alim Muta’alim, salah satu karya fenomenal dari KH Hasyim Asy’ari Tebuireng, dijelaskan bahwa seorang guru hendaknya menampilkan pribadi yang jujur dan berakhlak mulia, yang meliputi sifat zuhud, qona’ah, wira’i, ikhlas, dan khusyu’. Penulis sengaja tidak mengartikan istilah-istilah tersebut agar pembaca mau mencari tahu lebih lanjut. He he.
Flashback kajian perspektif kompetensi kepribadian guru yang termaktub dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007 menjelaskan bahwa seorang guru seharusnya memiliki ciri-ciri sebagai seorang alim yang taat, berakhlak mulia, berdedikasi tinggi, dan menjunjung tinggi kode etik profesi. Pembaca dipersilakan untuk membuka kembali aturan tersebut guna mengoreksi kutipan yang penulis utarakan. Jelaslah bahwa seseorang yang menyandang gelar sebagai guru adalah mereka yang terus-menerus bersemangat menambah ilmu, senantiasa bersungguh-sungguh, dan istiqomah. Seorang guru hendaknya tidak segan-segan bertanya tentang hal-hal yang tidak diketahui kepada teman sejawatnya, dan sebagai teman sejawat, mereka harus bersedia untuk saling tukar pendapat dan informasi.
Sejalan dengan tuntutan zaman, seorang guru hendaknya terus melakukan upgrading skill untuk mengenali dan meningkatkan soft skill serta menambah wawasan dalam bidang akademik maupun berorganisasi. Keseharian seorang guru seharusnya disibukkan dengan meringkas dan menyusun karya ilmiah, serta yang terpenting, tidak menjadikan ilmu hanya sebagai batu loncatan untuk meraih materi atau keuntungan duniawi semata. Ingatlah hal ini, wahai kawan sejawatku!
Akhir kata, penulis berbaik sangka bahwa semua teman sejawat di Sketsu tercinta ini adalah pribadi-pribadi terpilih dan terhormat yang menjunjung tinggi etos dan adab. Tidak akan terlihat lagi teman sejawat yang bersikap seperti “slonong boy,” yaitu mereka yang bertindak sesuka hati, berbicara sembarangan, dan hanya giat bekerja saat tanggal muda, namun lemas ketika tanggal kalender menunjukkan angka dua digit. Mereka yang selalu rapi dalam penampilan dan wangi dengan seragam yang sesuai dengan peraturan. Penulis berharap kepala sekolah Sketsu selalu tersenyum melihat proses pembelajaran berjalan lancar sesuai tupoksi tanpa harus menghadapi masalah dengan guru yang tidak hadir di jam pelajaran.
“Menyala,” kawan sejawatku! Tunjukkan bahwa Anda adalah seorang guru!
Salam salim, wolak-walik.